Bandung Barat, Hortiindonesia.com
Pemakaian pestisida petani bawang merah di sentra-sentra produksi cenderung berlebihan. Karena itu Balai Standarisasi dan Instrumentasi Sayuran, Pusat Standarisasi dan Instrumentasi Hortikultura, Badan Standarisasi dan Instrumentasi Pertanian membuat standard dan mensosialisasikannya pada petani. Eti Heni K dari BSIP Sayuran menyatakan hal ini.
Survei yang dilakukan pada 293 petani bawang merah yang tersebar di Jabar (Garut, Majalengka, Cirebon, Cianjur ,Bandung), Jateng (Brebes, Tegal, Kendal, Grobogan, Demak) dan Jatim (Bojonegoro, Nganjuk, Batu, Malang, Probolinggo) dan 92% laki-laki dengan 56 pertanyaan selama Januari-Pebruari 2024 menunjukkan indikasi ini.
Status kepemilikan lahan yang digunakan 42% lahan sendiri, 34% sewa , 14% lahan sendiri dan sewa. Sebagian besar, 91% sudah membudidayakan bawang merah lebih dari 3 tahun, 8% 1-3 tahun dan hanya 1% yang kurang dari 1 tahun.
Selain bawang merah, 48% mereka juga budidaya sayuran lain dan 48% lainnya budidaya tanaman pangan. Kendala terbesar dalam budidaya bawang merah adalah 79% hama penyakit, 9% pengairan, 6% kurangnya pengetahuan tentang budidaya yang baik, 6% cuaca.
Pengendalian hama penyakit 53% pernah melakukan pengendalian selain dengan pestisida kimia dan 47% tidak pernah. Penggunaan pestisida 49% kombinasi antara pestisida pencegahan sebelum hama penyakit ada dan berdasaran hama penyakit yang ada, 40% hanya pestisida pencegahan dan 11% hanya pestisida berdasarkan hama penyakit yang sedang menyerang.
Frekuensi aplikasi 70% dilakukan seminggu 3 kali, 15% seminggu 1 kali dan 9 % seminggu 2 kali. Penggunaan pestisida 91% mencampur berbagai jenis pestisida dalam 1 kali aplikasi, hanya 9% yang tidak. Pestisda yang dicampur 69% lebih dari dua jenis, 24% dua jenis dan 7% yang satu jenis.
Pencampuran 46% berdasarkan pengalaman, 44% berdasarkan petunjuk label pestisida, 7 % mengikuti pakar pertanian, 3% sharing dari teman. Ada 56% petani yang kadang-kadang tidak mengikuti petunjuk penggunaan, 46% selalu mengikuti petunjuk penggunaan dan 4% mengabaikannya.
Berdasarkan identifikasi penyakit 51% merupakan fusarium, 17% alternateria, 15% embun bulu, bakteri 8%, virus 5% dan antraknosa 4%. Sedang hama 68% ulat grayak, 17% penghisap daun, 8% hama pemotong tanaman, 7% penggorok.
Ada 52% petani tertarik belajar pestisida yang aman, 39% tertarik,8 % kurang tertarik dan 1% sama sekali tidak tertarik. Melihat respon seperti ini Eti yakin dengan pendampingan dan pelatihan, petani akan mampu menggunakan pestisida dengan benar.