Bogor, Hortiindonesia.com
Pemerintah Kabupaten Paser, Kalimantan Timur yang berbatasan langsung dengan Ibukota Nusantara (IKN) membuat program PASER BERBUAH’ untuk memenuhi kebutuhan buah tropis kota baru ini jika nanti sudah banyak penduduknya. Erwan Wahyudi, Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Paser menyatakan hal ini dalam hortiactive yang diselenggarakan Pusat Penelitian Hortikultura, Badan Riset dan Inovasi Nasional.
Program Paser Berbuah adalah pengembangan tanaman buah-buahan pada 10 kecamatan dengan masing-masing 10 komoditi spesifik. Mengikuti program dari Ditjen Hortikultura yaitu pengembangan kampung hortikultura buah dalam upaya mengkonsolidasikan lahan dalam satu kesatuan lahan administratif yaitu kampung atau desa dengan luasan minimal 10 ha untuk komoditas strategis.
Tahun 2023 realisasi pengembangan Paser Berbuah adalah Penanaman alpukat di Kecamatan Tanah Grogot yaitu Desa Sempulang Poktan Sumber Jaya 100 batang, Desa Tapis 100 batang dan Kelurahan Tanah Grogot Poktan Rawa Indah 100 batang. Target 2024 15 ha. Kelengkeng di Kecamatan Kuaro, Desa Medang, Poktan Jahe Merah 400 batang, target 2024 5 ha.
Pisang Krecek di Kecamatan Batu Enggau Desa Mengkudu Poktan Maju Jaya 2000 batang, target 2024 30 ha. Jambu Kecamatan Long Kali, Desa Maruat Poktan Karya Bersama 200 batang jambu kristal, Desa Muara Adang II Poktan Bangkit Karya 200 batang jambu air, Desa Sebakung Poktan Spring Indah 200 batang jambu air, target 2024 20 ha. Durian di Kecamatan Long Ikis, Desa Mendik Makmur 1000 batang dan Desa Jemparing 200 batang, target 2024 10 ha.
Jeruk di Kecamatan Paser Belengkong, Desa Sangkuriman Poktan Serumpun 135 batang dan Poktan Sama Taka 405 batang, target 2024 10 ha. Elai (durian lokal berwarna merah) di Kecamatan Muara Koman Desa Selerong Poktan Bayu Bolum 200 batang, target 2024 10 ha Duku di Kecamatan Muara Samai Desa Muser 125 batang dan Desa Biu 125 batang, target 2024 20 ha.
Permasalahan yang dihadapi adalah produksi masih belum bisa memenuhi kebutuhan, jumlah petani yang semakin berkurang, terbatasnya sarpras dan pembiayaan, olahan dilakukan secara tradisional dan hanya beberapa komoditas tertentu saja, terbatasnya SDM penyuluh.