Sumenep – Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman menghimbau jajaranya untuk mengamankan produksi melalui perluasan areal tanam seperti di daerah sentra seperti Brebes, Cirebon, Kendal dan sepanjang pantai utara Jawa tidak.
“Kita terus berupaya menjaga stabilisasi pasokan bawang merah melalui manajemen pola tanam. Caranya dengan mendorong perluasan tanam di daerah-daerah yang bisa tanam saat musim hujan atau off season ,” ujar Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Prihasto Setyanto.
Lebih lanjut menurut Prihasto, bawang merah paling banyak ditanam justru pada saat musim hujan, dengan puncak tanamnya di bulan Januari - Februari. Totalnya mencapai 600 hektar lebih. Kemudian di di sentra utama seperti Brebes baru mulai tanam. Melalui hal tersebut diharapkan petani bisa memperoleh harga yang bagus setiap panennya.
“Kalau daerah yang memiliki karakteristik off seasons seperti Kecamatan Rubaru ini diperluas, saya optimis pasokan dan harga bawang merah nasional akan semakin stabil,” ungkap Prihasto.
Bahkan, Prihasto mengakui bahwa pihaknya juga terus mendorong agar daerah hortikultura seperti di Kecamatan Rubaru, Kabupaten Sumenep bisa menerapkan budidaya bawang merah yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
“Saya harap petani mulai menerapkan teknologi likat kuning dan feromon exi secara optimal untuk mengurangi biaya penggunaan pestisida,” harap Prihasto.
Sementara itu, Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Sumenep Habe Hadjat, berkomitmen untuk terus mendampingi petani di wilayahnya, agar produktivitas meningkat. Sebab di setiap daerah memiliki kontur tanah yang berbeda-beda. Salah satunya di Kecamatan Rubaru memang sejak dulu menjadi sentra bawang merah yang meliputi Desa Mandala, Basoka dan Karangnangka.
“Jadi kontur lahan di sini berlereng sehingga air tidak menggenang saat musim hujan. Intensitas panas matahari juga optimal sehingga menjadikan kawasan tersebut sangat cocok ditanami bawang merah", terang Habe.
Sehingga, Habe mengakui untuk varietas bawang merah yang ditanam petani adalah Rubaru. Pemilihan nama juga diambil dari kawasan tersebut. Bahkan varietas tersebut terbukti tahan hujan dan tidak mudah terserang Fusarium. Produktivitasnya bisa mencapai 8-10 ton per hektar. Saat kabupaten lain produksinya turun di bulan Maret - April, di Sumenep justru terjadi panen raya.
“Tak heran kalau ada yang menyebut Sumenep sebagai penyelamat bawang merah nasional,” beber Habe.
Salah satu petani yaitu Ilyasin. Petani bawang merah asal Desa Mandala Kecamatan Rubaru ini mengakui selama lebih dari 18 tahun menanam, lebih banyak untungnya dibanding ruginya. Petani ini juga tidak mengalami kesulitan menjual hasil panen bahkan saat musim panen raya sekalipun.
Lebih dari itu, pendapatan dari hasil tanam bawang merah Rubaru minimal 4x lipat dari modal yang kami keluarkan. Misalnya dengan modal Rp 10 juta, kami bisa dapat hasil Rp 40 - Rp 50 juta setiap panen.
“Jadi Saat musim kemarau begini kami tetap nanem bawang merah. Untuk pengairan, kami gunakan teknologi lokal sederhana berupa tandon air dari terpal dengan rangka anyaman bambu. Kami menyebutnya sebagai lumbang. Kemudian kami fokus untuk persiapan benih tanam raya Januari - Februari nanti,” Pungkas Ilyasin. YIN