Jakarta, Hortiindonesia.com
Komisi IV DPR RI meminta kepada Pemerintah c.q. Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian untuk melakukan realokasi anggaran pengembangan jahe Tahun Anggaran 2021, sehingga kebutuhan jahe nasional terpenuhi dan menghentikan importasi jahe yang terus meningkat. Selanjutnya, pengembangan komoditi jahe menjadi program prioritas Tahun 2022. Demikian salah satu kesimpulan Rapat Dengar Pendapat Komisi IV DPR-RI dengan Irjen, Dirjen Hortikultura dan Kepala Badan Karantina Pertanian yang dipimpin Wakil Ketua Komisi IV Hassan Aminuddin dari F-Nasdem.
Menurut Dirjen Hortikultura ,Prihasto Setyanto sebenarnya jahe surplus bahkan ekspor tetapi impor ada juga. Tahun 2019 angka tetap produksi jahe 174.380 ton, kehilangan hasil karena tercecer 28.879 ton sehingga yang tersedia 145.501 ton. Sedang kebutuhan untuk konsumsi langsung (rumah tangga) 53.615 ton, jamu gendong dan racikan 10.723 ton, industri obat tradisional (IOT) dan modern 26.157 ton, Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT) dan Usaha Mikro Obat Tradisional ( UMOT) 34.876 ton. Sedang Ekspor 4.445 ton, untuk perbenihan 12.294 ton sehingga masih ada surplus 3.391 ton.
Tahun 2020 angka sementara produksi 183.518 ton, kehilangan tercecer 29.483 ton, sehingga ketersediaan 154.005 ton. Konsumsi rumah tangga 53.921 ton, jamu gendong dan racikan 10.728 ton, IOT dan modern 27.528 ton, UKOT dan UMOT 36.704 ton. Ekspor 2.188 ton, benih 13.326 ton, sehingga total 144.450 ton sehingga ada surplus 9.585 ton.
Tahun 2021 prognosa 190.050 ton, kehilangan tercecer 30.297 ton sehingga ketersediaan 159.753 ton. Konsumsi langsung rumah tangga 54.757 ton, jamu gendong dan racikan 10.909 ton, IOT dan modern 28.506 ton, UKOT dan UMOT 38.615 ton. Ekspor 3.297 ton, benih 14.100 ton sehingga ketersediaan 149.653 ton dan surplus 10.100 ton.
Meskipun surplus tetapi impor tetap jalan karena jahe termasuk barang bebas yang tidak perlu rekomendasi impor dari Ditjen Hortikultura. “Kita sudah surati Kemendag supaya masalah impor jahe ini bisa diatur lewat mekanisme RPIH,” katanya.
Tahun 2020 sejak pandemi permintaan jahe tinggi sekali sehingga harganya naik. Jahe untuk benih digunakan untuk konsumsi. Tahun 2021 pengembangan jahe semula 700 ha karena refocusing jadi 300 ha. Fokus pada perbenihan supaya benih tersedia lagi.
.