Jakarta, Hortiindonesia.com
Pasar tanaman hias di Indonesia sangat besar. Hal ini dibuktikan dengan lebih tingginya impor dibanding ekspor, terutama bunga potong subtropis. Hesti Widayani, Ketua Umum Asosiasi Bunga Indonesia (ASBINDO) menyatakan hal ini.
Impor florikultura tahun 2018 17.178 ton dengan nilai USD24,49 juta, tahun 2019 17.459 ton nilai USD26,86 juta dan 2020 19.216 ton nilai USD27,4 juta. Sedang ekspor tahun 2018 4.675 ton nilai USD12,07 juta, 2019 10.081 ton nilai USD21,8 juta ,2020 7.028 ton nilai USD21,02 juta.
Tanaman hias yang banyak diimpor adalah bunga potong yang hidup di kawasan subtropis seperti mawar, gerbera, lili. Indonesia harus memanfaatkan dataran tinggi untuk menanam bunga jenis ini sehingga impor bisa berkurang. Tanaman ini terbukti bisa tumbuh dan menghasilkan di dataran tinggi. Tingginya impor menunjukkan bahwa permintaannya memang besar.
Di dunia sendiri, meskipun kecil, tahun 2020 Indonesia tercatat sebagai eksportir urutan 51 dengan nilai ekspor USD18,51 juta atau 0,08% dari nilai perdagangan tanaman hias dunia yang mencapai USD22,223 miliar . Eksportir terbesar florikultura adalah Belanda dengan nilai USD10,96 miliar atau 49,33% dari total nilai perdagangan tanaman hias dunia.
“Nilai perdagangan tanaman hias dunia jauh melebihi teh dan kopi. Indonesia harus serius menggarap pasar ekspor selain juga mensubtitusi tanaman hias impor. Asbindo selaku asosiasi terus menerus memfasilitasi anggotanya untuk melakukan ekspor,” katanya.
Bagi pelaku perbanyakan tanaman hias (nursery) yang produknya untuk pasar ekspor harus terdaftar dan tersertifikasi, memiliki sarana dan prasarana yang mendukung, meningkatkan jumlah dan mutu produk, meningkatkan daya saing dan terus menyerap inovasi teknologi terbaru dalam budidaya. Sedang pelaku usaha eksportir harus berbadan hukum, dokumen legal lengkap, punya izin ekspor, memahami persyaratan dan peraturan negara tujuan ekspor.
Asbindo sendiri saat ini terus meningkatkan kapasitas anggotanya lewat pelatihan dan tukar menukar informasi. Sebagai mitra pemerintah yaitu Ditjen Hortikultura dan Balai Penelitian Tanaman Hias, Balitbang Kementan terus aktif melakukan sosialisasi regulasi, informasi usaha mulai dari budiaya, pasar dan manajemen. Kepentingan anggota terus disuarakan dan membangun jejaring dengan berbagai pihak.
Indonesia punya potensi besar sebab keanekaragaman floranya luar biasa yaitu anggerek (Orchidaceace) 5.000-6.000 species, paku-pakuan (Aspleniaceae, Adianttanceace dan lain-lain) lebih dari 4000 species, palem (Palmae) 576 species, honalomena (Araceace) 114 species, aroid (Aracee) 130 specesies, begonia (Begoniaceae) 213 species, tanaman air (Nymphaeaceae dan lain-lain) 218 species, bambu (Graminaeae) 157 species.
Untuk memanfaatkan potensi yang besar ini maka florikultura harus ditempatkan sebagai produk unggulan yang berbasis sumberdaya genetik nasional; regulasi yang menghambat pengembangan florikultura dihilangkan sedang yang mendukung diperbanyak, grand design pengembangan florikultura disusun, meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk.
Pasar dalam negeri diperluas dan diisi dengan produk sendiri, meningkatkan promosi lewat sosial media, mendorong investasi dan kerjasama internasional, meningkatkan kepedulian dan edukasi kepada masyarakat, meningkatkan SDM, meningkatkan litbang yang berorientasi pasar , memperkuat kelembagaan profesional, mengembangkan sistim dan informasi data base florikultura.
“Data base ini yang sangat penting. Sekarang orang kalau mau mencari tanaman hias a siapa saja pelaku usahanya belum ada. Bagus sekali kalau ada yang membuat,” katanya.