Nilai perdagangan benih hortikultura yaitu sayuran dan buah semusim (melon, semangka) di Indonesia saat ini mencapai Rp2 triliun. Dengan biaya benih hanya 3-5% dari biaya produksi, maka nilai produksi sayuran di Indonesia mencapai Rp40 triliun/tahun.
Afrizal Gindow, Sales and Marketing Director PT East West Seed Indonesia (Ewindo) menyatakan hal ini pada Pekan Perlindungan Varietas Tanaman. Dari panen, pedagang pengumpul, sortasi, pedagang besar angkut ke pasar induk nilainya mencapai Rp60 triliun. Ketika sampai ke konsumen maka nilainya menjadi Rp200 triliun. Produksi sayur di Indonesia mencapai 15.000 ton/tahun.
PT Ewindo sendiri sudah beroperasi 30 tahun di Indonesia saat ini mempunyai 1.000 staf dengan biaya riset Rp200 miliar/tahun. Produksi benih melibatkan 7.000 petani, selain itu ada 70.000 polinator yang tersebar di Jatim, Jabar dan Lampung.
Membuat benih dimulai dari riset keinginan konsumen. Misalnya dulu konsumen ingin melon yang berwarna hijau sekarang sudah bergeser ke berwarna kuning. Perusahaan benih harus terus melakukan riset pasar.
Produksi benih mencapai 7 juta terdiri dari 150 varietas yang sudah banyak digunakan petani. Petani sendiri tidak mengenal Ewindo, mereka tahunya merek panah merah. Teknologi sudah masuk ke molekuler breeding dan akan masuk ke genom editing. Penanda varietas sudah menggunakan marka molekuler.
Petani hortikultura adalah petani yang pintar. Mereka tidak membenihkan sendiri tetapi membeli benih, sehingga Ewindo mendorong supaya menggunakan benih bersertifikat. Sekitar 3% benih dikomplain petani seperti tidak tumbuh atau tumbuh tidak seragam. Menghadapi komplain seperti ini perusahaan harus turun dan mencari solusinya.
Ewindo sudah mendapat hak PVT untuk 20 varietas. Hak PVT ini sangat bermanfaat bagi perusahaan seperti Ewindo yang melakukan pemuliaan sehingga varietas yang dihasilkan mendapat perlindungan.